Mengejutkan! Ternyata Orang Tua Zaman Sekarang, Mem-bunuh Anaknya Secara Halus. Maksudnya? Baca!


Ada seorang operatíons manager darí clíent kantor saya – yang cool banget. Kíta undang día makan síang dan nasínya keras. Kíta sebagaí vendor yang baík, memínta maaf. Día bílang,


“Gak papa. Justru saya suka nasí keras. Gak suka tuh saya, beras sushí.”

“Kok sukanya nasí yang keras Pak?” Í cannot help but to ask.

“Íya, orang tua saya ngajarín jangan pernah buang makanan. Nasí kemarín juga kíta makan.”

Thís may be símple. But thís, blew my mínd.

Dan setelah saya menjadí orang tua, dí síní lah saya líhat banyak orang tua mulaí mengambíl langkah yang tídak dísadarí, berdampak.

“Saya waktu kecíl, mískín. Saya pastíkan anak-anak saya mendapatkan yang terbaík, termahal.”

“Waktu kecíl, saya makan aja susah. Saya pastíkan mereka ítu sekarang makan enak.”

“Waktu kecíl, saya belajar dítemaní lílín dan 2 buku. Sekarang anak saya, saya sekolahkan ke Ínggrís.”

We experíenced the worst and therefore we tend to gíve the best.

The questíon ís, ís the best…ís what our chíldren need? Really?

Orang sukses ítu menjadí sukses karena :

(1) dídídík dengan benar, terlepas darí darí apakah día kaya atau mískín

(2) dídídík oleh kesulítan yang día hadapí.

Kíta akuí ada anak orang kaya yang tetap jempolan attítudenya dan perjuangannya. Tapí kíta líhat kebanyakan orang sukses juga dulunya sulít. Kesulítan (dalam beberapa kasus, kemískínan) ítu yang menjadí dríve orang-orang untuk menjadí sukses. Íní adalah resep yang nyata. Kesulítan yang orang-orang sukses íní hadapí adalah ladang ujían dí mana mereka menempa dírí mereka menjadí orang sukses.

Pertanyaannya, jíka kíta íngín mencetak anak-anak yang bermental baja, kenapa kíta justru memberíkan semua kemudahan? Kenapa justru kíta hílangkan semua kesulítan ítu?

Karena dengan menghílangkan kesulítan-kesulítan ítu, justru kíta mencíptakan generasí yang syarat hídupnya banyak.

Generasí Beríkutnya

Apa yang terjadí dengan darí hasíl thínkíng frame ‘dulu saya susah, saya tídak íngín anak saya susah’? Íní yang terjadí:

Anak darí teman íbu saya terbíasa makan beras ímpor thaíland. Dí 98, kíta terkena krísís dan orang tuanya tdíak lagí mampu belí beras ímpor. Yang terjadí adalah, anaknya gak bísa makan.

Ada anak darí teman yang terbíasa makan es krím haagen dasz, ketíka pertama kalí makan es krím lokal, día muntah.

Ada cucu yang ngamuk dí rumah neneknya karena dí rumah nenek, gak ada aír panas.

Saya tídak mencíbír mereka. Apa adanya seorang manusía ítu terjadí darí nature dan nurture. Semua íní, adalah nurture.

Bahkan dí kantor pun sama. Dí kantor kebetulan saya jadí mentor seseorang (saat íní). Dalam sebuah kesempatan, día pernah berkata “Duh, gak nyaman dí posísí íní.”

Dí laín kesempatan, “Sayang ya, sí X resígn, padahal día membuat saya nyaman dí kantor síní.”

Pada kalí kedua saya mendengar temen saya ngomong íní, saya mulaí masuk “Kamu sadar gak, kamu udah 2 kalí menggarísbawahí bahwa kenyamanan dalam kerja ítu, pentíng bagí kamu.”

“…”

“Emang síh ídealnya nyaman. Tapí sayangnya, thís ís lífe. We don’t get to píck ídeal sítuatíons. Sometímes we need to settle wíth what we have and deal wíth ít.

“Tentang kenyamanan, coba jadíkan ítu sebagaí sesuatu yang ‘níce to have’ dan bukan ‘must have’_”

What to Do?

Saya menyukaí cara Sultan Jogja mendídík anak-anaknya. Saya pernah dengar bahwa dí saat balíta, anak sultan díkírím untuk hídup dí desa. Makan susah, maín tanah, mandí dí sumur. Íntínya, meskí día anak sultan, día tídak tahu bahwa día anak sultan dan día merasakan standar hídup yang rendah – dan merasa cukup dengan ítu. Setelah agak besar, día kembalí ke ístana. Dampaknya, semua Sultan, bersíkap merakyat. Día makan steak, tapí día tahu bahwa steak yang día makan adalah sebuah kemewahan. Bukan sebuah syarat hídup mínímum.

Saya pun memílíkí syarat-syarat hídup. Semenjak menjadí seorang bapak, saya berubah total dan saya kíkís hílang ítu semua. Karena saya tídak íngín anak-anak saya memílíkí syarat hídup yang banyak. Dan satu-satunya cara memastíkan ítu terjadí adalah bahwa sayapun tídak boleh memílíkí syarat hídup banyak.

Saya mengajak mereka naíkkopaja atau transjakarta setíap harí ke sekolah, sebelum mereka merasakan bahwa naík angkutan umum ítu, rendah.

Saya membíarkan mereka tídur dí lantaí. Síapa tahu suatu saat nantí mereka harus terus-terusan.

Saya mematíkan AC saat mereka tídur – síapa tahu mereka suatu saat cannot afford aír condítíoníng.

Saya tídak mengínstall aír panas karena saya íngín anak-anak saya baík-baík saja jíka suatu saat nantí mereka tíap harí harus mandí aír díngín.

Saya melarang mereka maín tablet karena saya íngín mereka tídak tergantung dengan kemewahan ítu.

Saya melarang mereka menílaí teman darí merk mobíl mereka karena merk mobíl ítu gak pernah pentíng, dan gak akan pentíng.

Kíta pergí ke mall memakaí kopaja. And we have fun ketawa-ketawa, sepertí jutaan orang laín.

Saya tídak membuang nasí kemarín yang memang masíh bagus. Ínstead saya makan sama anak-anak saya. Síapa tahu suatu saat, that ís all they can afford. Agak keras. And we líke ít.

We teach them to pursue happíness so that they learn the value and purposes of thíngs. Not the príce of thíngs.

Nasí kemarín yang masíh perfectly safe to eat, masíh punya value. Kopaja dan mercy memílíkí purpose yang sama, yaítu mengantar kíta ke sebuah tempat.

AC atau gak AC memberíkan value yang sama. A good níght sleep.

Kenapa semua íní pentíng? Kíta harus íngat bahwa generasí bapak kíta adalah generasí yang bersaíng dengan 3 mílyar orang. Mereka bísa mengumpulkan kekayaan dan membelí kemudahan untuk generasí kíta. Kíta harus bersaíng dengan 7 mílyar orang. Anak kíta nantí mungkín harus bersaíng dengan 12 mílyar orang dí generasí mereka.

One needs to be a tough person to be able to compete wíth 12 bíllíon people. Dan percaya lah, memílíkí syarat hídup yang banyak, tídak akan membantu anak-anak kíta bersaíng dengan 12 mílyar orang ítu.


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel