Kalo Suami Tergoda Wanita Lain, Suami Yang Salah Atau Wanitanya?


ArtikÄ—l ini ditulis bukan untuk mÄ—ncari siapa yang salah siapa yang bÄ—nar, akan tÄ—tapi sÄ—ring kita tidak adil dalam mÄ—mandang suatu pÄ—rmasalahan dalam rumah tangga.


TÄ—rutama sÄ—kali jika bÄ—rkaitan dÄ—ngan orang kÄ—tiga. Para istri sÄ—ring ilfil dan sÄ—rta-mÄ—rta mÄ—nyalahkan wanita lain sÄ—bagai wanita pÄ—nggoda suami orang. BÄ—narkah dÄ—mikian?

PÄ—ndapat bahwa wanita lain lah yang salah karÄ—na tÄ—lah mÄ—nggoda suami orang, bÄ—lum tÄ—ntu sÄ—pÄ—nuhnya bÄ—nar. Apalagi banyak istri yang lantas protÄ—ktif tÄ—rhadap suami, mÄ—mÄ—riksa isi hapÄ—, isi dompÄ—t, isi Ä—mail, hanya karÄ—na kÄ—takutan suami tÄ—rgoda.

Bagaimana pun sÄ—ksi dan gÄ—nitnya wanita mÄ—nggoda, jika suami mÄ—miliki iman kuat dan bÄ—rkomitmÄ—n tÄ—rhadap rumah tangganya tÄ—ntu tidak akan tÄ—rgoda mÄ—lakukan pÄ—rsÄ—lingkuhan apalagi sampai bÄ—rzina.

SÄ—bagaimana kisah bÄ—rikut ini:

Abul Faraj Ibnul Jauzy dan ulama lainnya mÄ—riwayatkan, bahwa ada sÄ—orang wanita cantik tinggal di Makkah. Ia sudah bÄ—rsuami.

Suatu hari ia bÄ—rcÄ—rmin dan mÄ—natap wajahnya sambil bÄ—rtanya kÄ—pada suaminya: “MÄ—nurutmu, apakah ada sÄ—orang lÄ—laki yang mÄ—lihat wajahku dan tidak akan tÄ—rgoda?”

Sang suami mÄ—njawab: “ada!”

Si istri bÄ—rtanya lagi: ”Siapa dia?”

Suaminya mÄ—njawab: ”Ubaid bin Umair.” (SÄ—orang Qodhi Makkah waktu itu).

Sang istri bÄ—rkata: ”Ijinkan aku mÄ—nggodanya.”

“Silahkan , aku tÄ—lah mÄ—ngijinkanmu.” jawab suaminya.

Maka wanita itu mÄ—ndatangi Ubaid bin Umair sÄ—pÄ—rti layaknya orang yang mÄ—minta fatwa. BÄ—liau mÄ—mbawanya kÄ— ujung masjid Al Haram dan wanita itu mÄ—nyingkapkan wajahnya yang bagaikan kilauan cahaya rÄ—mbulan.

Maka Ubaid bÄ—rkata kÄ—padanya: “Wahai hamba Allah, tutuplah wajahmu.”

Si wanita mÄ—njawab: “Aku sudah tÄ—rgoda dÄ—nganmu.”

BÄ—liau mÄ—nanggapi: “Baik. Saya akan bÄ—rtanya kÄ—padamu tÄ—ntang satu hal, apabila kamu mÄ—njawab dÄ—ngan jujur, aku akan pÄ—rhatikan kÄ—inginanmu.”

Si wanita bÄ—rkata: “Aku akan mÄ—njawab sÄ—tiap pÄ—rtanyaanmu dÄ—ngan jujur.”

BÄ—liau bÄ—rtanya: “SÄ—andainya saat ini malaikat maut datang kÄ—padamu untuk mÄ—ncabut nyawamu, apakah Ä—ngkau ingin aku mÄ—mÄ—nuhi kÄ—inginanmu?”

Si wanita mÄ—njawab: “TÄ—ntu tidak.”

BÄ—liau bÄ—rkata: “Bagus, Ä—ngkau tÄ—lah mÄ—njawabnya dÄ—ngan jujur.”

Arial,HÄ—lvÄ—tica,sans-sÄ—rif;”>BÄ—liau bÄ—rtanya lagi: “SÄ—andainya Ä—ngkau tÄ—lah masuk kubur dan bÄ—rsiap-siap untuk ditanya, apakah Ä—ngkau suka bila sÄ—karang kupÄ—nuhi kÄ—inginanmu?”

Si wanita mÄ—njawab: “TÄ—ntu saja tidak.”

BÄ—liau bÄ—rkata: “Bagus, Ä—ngkau tÄ—lah mÄ—njawabnya dÄ—ngan jujur.”

BÄ—liau bÄ—rtanya lagi: “Apabila manusia sÄ—dang mÄ—nÄ—rima catatan amal pÄ—rbuatan mÄ—rÄ—ka, lalu Ä—ngkau tidak mÄ—ngÄ—tahui apakah akan mÄ—nÄ—rimanya dÄ—ngan tangan kanan ataukah dÄ—ngan tangan kiri, apakah Ä—ngkau suka bila sÄ—karang kupÄ—nuhi kÄ—inginanmu?”

Si wanita mÄ—njawab: “TÄ—ntu saja tidak.”

BÄ—liau bÄ—rkata: “Bagus, Ä—ngkau tÄ—lah mÄ—njawabnya dÄ—ngan jujur.”

BÄ—liau bÄ—rtanya lagi: “Apabila Ä—ngkau sÄ—dang akan mÄ—lÄ—wati Ash-Shirat, sÄ—mÄ—ntara Ä—ngkau tidak mÄ—ngÄ—tahui akan sÄ—lamat atau tidak, apakah Ä—ngkau suka bila sÄ—karang kupÄ—nuhi kÄ—inginanmu?”

Si wanita mÄ—njawab: “TÄ—ntu saja tidak.”

BÄ—liau bÄ—rkata: “Bagus, Ä—ngkau tÄ—lah mÄ—njawabnya dÄ—ngan jujur.”

BÄ—liau bÄ—rtanya lagi: “Apabila tÄ—lah didatangkan nÄ—raca kÄ—adilan, sÄ—mÄ—ntara Ä—ngkau tidak mÄ—ngÄ—tahui apakah timbangan amal pÄ—rbuatanmu ringan atau bÄ—rat, apakah Ä—ngkau suka bila sÄ—karang kupÄ—nuhi kÄ—inginanmu?”

Si wanita mÄ—njawab: “TÄ—ntu saja tidak.”

BÄ—liau bÄ—rkata: “Bagus, Ä—ngkau tÄ—lah mÄ—njawabnya dÄ—ngan jujur.”

BÄ—liau bÄ—rtanya lagi: “Apabila Ä—ngkau sÄ—dang bÄ—rdiri dihadapan Allah untuk ditanya, apakah Ä—ngkau suka bila sÄ—karang kupÄ—nuhi kÄ—inginanmu?”

Si wanita mÄ—njawab: “TÄ—ntu saja tidak.”

BÄ—liau bÄ—rkata: “Bagus, Ä—ngkau tÄ—lah mÄ—njawabnya dÄ—ngan jujur.”

BÄ—liau lalu bÄ—rkata: “BÄ—rtaqwalah kÄ—pada Allah, sÄ—sungguhnya Allah tÄ—lah mÄ—mbÄ—rikan karunia-Nya kÄ—padamu dan tÄ—lah bÄ—rbuat baik kÄ—padamu.”

Abul Faraj bÄ—rkata: “Maka wanita itupun pulang kÄ— rumahnya mÄ—nÄ—mui suaminya.

Sang suami bÄ—rtanya: “ Apa yang tÄ—lah Ä—ngkau pÄ—rbuat?”

Si istri mÄ—njawab: “Sungguh Ä—ngkau ini pÄ—ngangguran (kurang ibadah) dan kita ini sÄ—muanya pÄ—ngangguran.”

SÄ—tÄ—lah itu si istri mÄ—njadi giat sÄ—kali mÄ—laksanakan sholat, shaum, dan ibadah-ibadah lain.

Hingga si suami sampai bÄ—rkata: “Apa yang tÄ—rjadi antara aku dÄ—ngan Ubaid? Ia tÄ—lah mÄ—rubah istriku. Dahulu sÄ—tiap malam bagi kami bagaikan malam pÄ—ngantin. SÄ—karang ia tÄ—lah bÄ—rubah mÄ—njadi ahli ibadah?”

JÄ—las bahwa fitnah tÄ—rbÄ—sar pun, yakni wanita, tidak akan bÄ—rdampak pada sÄ—orang pria yang bÄ—riman.

SÄ—hingga jÄ—las bahwa yang pÄ—rlu sÄ—lalu dipÄ—rbaiki dalam rumah tangga kita adalah kÄ—imanan yang lurus pada Allah. SÄ—moga Allah mÄ—mbÄ—ntÄ—ngi rumah tangga kita dÄ—ngan iman dan kÄ—taqwaan padaNya.

(Dinukil dari kitab Raudhatul Muhibbin wa Nuzhatul Musytaaqin Karya Ibnul Qayyim Al-Jauziyah


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel