Cara Paling Efektif Agar Tidak Mati Karena Digigit Ular Berbisa Saat Sendirian
Ketika digigit oleh ular berbisa, ada kemungkinan Anda sedang sendirian di hutan, tambang, atau sawah.
Pada saat itu, hal yang harus diingat adalah jangan panik, meskipun kondisi menyulitkan Anda untuk mengakses tenaga medis.
Pakar gigitan ular dan toksikologi DR. dr. Tri Maharani, M.Si SP.EM mengatakan,banyak salah kaprah dalam penanganan gigitan ular berbisa.
Umumnya, tindakan pertama dilakukan dengan mengikat daerah disekitar area gigitan ular. Tujuannya adalah untuk menghentikan pergerakan bisa ular agar tak menyebar ke seluruh tubuh.
Tindakan lainnya yang sering dilakukan adalah membuat sayatan di dearah gigitan untuk mengeluarkan darah. Tujuanya pun sama, menghindari penyebaran bisa ular.
Menurut Tri, kedua tindakan tersebut salah besar, tidak membantu sama sekali. Bisa ular akan tetap menyebar ke bagian tubuh lainnya.
“Kalau diikat hanya membuat kondisi seolah-olah bisa ular berhenti. Padahal yang diikat adalah pembuluh darah. Akibatnya pembekuan darah hingga amputasi,” kata Tri.
Dalam kondisi tergigit ular berbisa, korban hanya perlu berbaring setelah dilakukannya imobilisasi Bila Anda berlari, bisa ular akan menyebar ke seluruh tubuh.
Cara imobilisasi sangat sederhana. Anggota tubuh dihimpit dengan kayu, bambu, atau kardus layaknya orang patah tulang.
“Betul-betul tidak bergerak sehingga bisa ular hanya ada di tempat gigitan, tidak menyebar ke seluruh tubuh,” kata Tri.
Setelah diimobilisasi, bisa ular tetap berada di daerah lokal atau tempat Anda tergigit.
Tanpa penyebaran secara sistemik, tingkat keselamatan nyawa masih terbilang tinggi.
Menurut Tri, bila racun hanya berada pada daerah lokal, metabolisme tubuh bisa mengeluarkan racun dengan sendirinya.
Namun, bila telah menjalar secara sistemik ke seluruh tubuh, hanya antibisa yang dapat mengikat bisa dari dalam tubuh.
“Menurut buku panduan Badan Kesehatan Dunia (WHO), kalau ada di fase lokal, (bisa) keluar dengan sendirinya. Minimal observasi 24-48 jam. Jadi, kalau tergigit dan hanya sendiri, nggak bisa kemana-mana, dalam 2-3 hari sudah keluar (racunnya),” ucap Tri.
Untuk memastikan racun telah keluar dari dalam tubuh, Anda perlu memperhatikan gejala-gejalanya yang berbeda-beda untuk setiap jenis racun.
Untuk racun neurotoksin dari gigitan ular anang atau king cobra (Ophiophagus Hannah), ular weling, dan ular laut; gejalanya berupa rasa kantuk.
Mata tak bisa dibuka karena terjadi kelumpuhan pada otot kelopak mata, sesak napas, dan kelumpuhan pita suara.
Pada racun hemotoksin, gejalanya berupa pendarahan, seperti mimisan, air mata darah, kencing darah, dan kotoran darah.
Jenis racun ini dihasilkan dari ular tanah, ular hijau berekor merah, dan ular picung. Kemudian, nekrotoksin punya gejala kencing kemerahan, dan kehitaman pada kulit dan jaringan.
Sitotoksin berupa pembengkakan di tempat gigitan terjadi. Selain itu, miotoksin ditandai dengan rasa nyeri yang sangat berat pada otot.
“Kalau semua gejala itu tidak ada, berarti kondisinya sudah mengalami perbaikan. Kalau di rumah sakit sudah lebih enak, tapi kalau terpaksa sendirian di tengah hutan nggak bisa kemana-mana,” ujar Tri.
Tri berharap agar Public Safety Center (PSC) 119 dapat memberikan pertolongan dan anti-bisa pada korban gigitan ular.
“Kita kan banyak yang kerja di hutan, tambang, dan sawah. Jadi, korban gigitan ular nggak perlu mencari pertolongan, tapi dia yang dicari sama penolongnya,” kata Tri.
Sumber: intisari.grid.id
Pada saat itu, hal yang harus diingat adalah jangan panik, meskipun kondisi menyulitkan Anda untuk mengakses tenaga medis.
Pakar gigitan ular dan toksikologi DR. dr. Tri Maharani, M.Si SP.EM mengatakan,banyak salah kaprah dalam penanganan gigitan ular berbisa.
Umumnya, tindakan pertama dilakukan dengan mengikat daerah disekitar area gigitan ular. Tujuannya adalah untuk menghentikan pergerakan bisa ular agar tak menyebar ke seluruh tubuh.
Tindakan lainnya yang sering dilakukan adalah membuat sayatan di dearah gigitan untuk mengeluarkan darah. Tujuanya pun sama, menghindari penyebaran bisa ular.
Menurut Tri, kedua tindakan tersebut salah besar, tidak membantu sama sekali. Bisa ular akan tetap menyebar ke bagian tubuh lainnya.
“Kalau diikat hanya membuat kondisi seolah-olah bisa ular berhenti. Padahal yang diikat adalah pembuluh darah. Akibatnya pembekuan darah hingga amputasi,” kata Tri.
Dalam kondisi tergigit ular berbisa, korban hanya perlu berbaring setelah dilakukannya imobilisasi Bila Anda berlari, bisa ular akan menyebar ke seluruh tubuh.
Cara imobilisasi sangat sederhana. Anggota tubuh dihimpit dengan kayu, bambu, atau kardus layaknya orang patah tulang.
“Betul-betul tidak bergerak sehingga bisa ular hanya ada di tempat gigitan, tidak menyebar ke seluruh tubuh,” kata Tri.
Setelah diimobilisasi, bisa ular tetap berada di daerah lokal atau tempat Anda tergigit.
Tanpa penyebaran secara sistemik, tingkat keselamatan nyawa masih terbilang tinggi.
Menurut Tri, bila racun hanya berada pada daerah lokal, metabolisme tubuh bisa mengeluarkan racun dengan sendirinya.
Namun, bila telah menjalar secara sistemik ke seluruh tubuh, hanya antibisa yang dapat mengikat bisa dari dalam tubuh.
“Menurut buku panduan Badan Kesehatan Dunia (WHO), kalau ada di fase lokal, (bisa) keluar dengan sendirinya. Minimal observasi 24-48 jam. Jadi, kalau tergigit dan hanya sendiri, nggak bisa kemana-mana, dalam 2-3 hari sudah keluar (racunnya),” ucap Tri.
Untuk memastikan racun telah keluar dari dalam tubuh, Anda perlu memperhatikan gejala-gejalanya yang berbeda-beda untuk setiap jenis racun.
Untuk racun neurotoksin dari gigitan ular anang atau king cobra (Ophiophagus Hannah), ular weling, dan ular laut; gejalanya berupa rasa kantuk.
Mata tak bisa dibuka karena terjadi kelumpuhan pada otot kelopak mata, sesak napas, dan kelumpuhan pita suara.
Pada racun hemotoksin, gejalanya berupa pendarahan, seperti mimisan, air mata darah, kencing darah, dan kotoran darah.
Jenis racun ini dihasilkan dari ular tanah, ular hijau berekor merah, dan ular picung. Kemudian, nekrotoksin punya gejala kencing kemerahan, dan kehitaman pada kulit dan jaringan.
Sitotoksin berupa pembengkakan di tempat gigitan terjadi. Selain itu, miotoksin ditandai dengan rasa nyeri yang sangat berat pada otot.
“Kalau semua gejala itu tidak ada, berarti kondisinya sudah mengalami perbaikan. Kalau di rumah sakit sudah lebih enak, tapi kalau terpaksa sendirian di tengah hutan nggak bisa kemana-mana,” ujar Tri.
Tri berharap agar Public Safety Center (PSC) 119 dapat memberikan pertolongan dan anti-bisa pada korban gigitan ular.
“Kita kan banyak yang kerja di hutan, tambang, dan sawah. Jadi, korban gigitan ular nggak perlu mencari pertolongan, tapi dia yang dicari sama penolongnya,” kata Tri.
Sumber: intisari.grid.id