Sering Dikonsumsi Warga Pedesaan di Indonesia, Kelor Kini Disebut Pohon Ajaib di Amerika
Sering kali kita mendengar ungkapan “dunia tidak selebar daun kelor”. Memangnya seberapa lebarnya sih daun kelor itu?
Kita juga sering mendengar bahwa daun kelor dijadikan sebagai “alat” untuk “mematikan” orang yang mempunyai “kesaktian”.
The Guardian, dalam laporannya pada Minggu (7/1) kemarin, menyebut tanaman ini sebagai “miracle tree” alias “pohon ajaib”.
“(Pohon kelor) seluruh bagiannya bisa dimakan, mulai dari akar sampai kulit kayunya, tumbuh dengan cepat dan tahan kekeringan, dengan benih yang dapat menjernihkan air, ini adalah sumber berharga di banyak tempat, yang oleh Organisasi Pangan dan Pertanian PBB disebut sebagai ‘hasil panen bulan ini’,” tulisnya.
Seperti apa sih tanaman kelor, mungkin di antara kita banyak yang belum mengenalnya.
Tanaman bernama latin Moringa oleifera ini tergolong tanaman tahunan yang biasanya tumbuh liar.
Tumbuhan ini diduga asli dari kawasan barat pegunungan Himalaya dan India, kemudian menyebar hingga ke Benua Afrika dan Asia-Barat.
Di Jawa, kelor biasa tumbuh sampai pada ketinggian 300 m di atas permukaan laut.
Tanaman ini sanggup tumbuh di kawasan tropik yang lembap juga di daerah panas, bahkan tanah kering, karena tidak rakus “makan” pupuk (unsur hara).
Karenanya, kelor cocok sebagai tanaman “pioner” untuk penghijauan dan pemulihan tanah gersang. Di lahan kebun, tanaman kelor biasa digunakan sebagai pagar hidup.
Sosok batang pokoknya tidak lurus betul, melainkan sedikit membengkok dan bercabang, dan ini bermanfaat sebagai pohon pendukung untuk tanaman merambat, seperti sirih atau lada.
Cara menanamnya sangat mudah, hanya dengan menancapkan setekan batang atau menyemai bijinya yang sudah tua, akan tumbuh tanaman baru.
Kelor tergolong cepat besar alias bongsor. Tingginya bisa mencapai 3 m. Bila dibiarkan bisa mencapai 8 – 12 m.
Tanaman Multifungsi
Hampir setiap bagian dari tanaman kelor dapat dimanfaatkan, termasuk akarnya. Bisa sebagai bahan kertas, bahan kosmetik, bahan minyak pelumas, obat tradisional, dan sebagai sumber pangan.
Bunga kelor pun dapat dimasak, selain menyediakan nektar bagi lebah madu. Di masyarakat kita, daun, bunga, dan buah kelor muda biasanya dimasak sayur bobor atau sayur bening. Rasanya? Sedap, meski ada sedikit rasa pahitnya.
Di India, buah kelor dimasak kari dan diawetkan dalam kaleng untuk dijual di supermarket.
Menurut laporan Michael D. Benge, dari Badan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi AS, di Washington DC, tahun 1987, daun kelor memiliki kadar vitamin A dan C yang cukup tinggi.
Selain itu, daun kelor juga dikenal kaya kalsium (Ca) dan zat besi (Fe). Juga sumber fosfor yang baik. Buah mudanya berkadar air tinggi dan kandungan proteinnya tinggi.
Meskipun daun kelor mengandung zat besi tingkat tinggi, sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Federation of American Societies for Experimental Biology menemukan bahwa bioavailabilitasnya (jumlah yang memasuki sirkulasi tubuh) sangat rendah.
Sebenarnya, kandungan asam phytic-nya “nampaknya sangat menghambat penyerapan zat besi yang ada pada komponen makanan lainnya”.
Dari jurnal tersebut juga dikatakan bahwa kualitas anti-inflamasi dari ekstrak daun kelor, mungkin lebih manjur daripada madu dan kunyit.
Biji buahnya yang tua dan kering menyimpan kadar minyak (lemak) nabati 25 – 40%. Komposisi asam lemaknya meliputi, asam oleat, asam linoleat, asam eiokosanoat, asam palmitat, asam stearat, asam arakhidat, dan lainnya.
Kalau daun dan buah mudanya dapat langsung disayur, biji kelor tua bisa untuk bahan baku pembuatan obat dan kosmetika.
Minyak pelumas yang digunakan oleh tukang arloji pun bisa diproduksi dari biji kelor.
Bukan hal baru bila daun kelor dimanfaatkan sebagai tanaman obat, seperti berikut ini pemanfaatannya.
Satu-dua tetes getah kelor untuk mempercepat penyembuhan lukanya.
Bahkan, mata kambing yang belekan dan rabun pun bisa normal setelah ditetesi getah kelor yang berwarna kuning itu.
Menjernihkan Air
Seperti pernah dipublikasikan New Scientist (Desember 1983), biji kelor digunakan untuk menjernihkan air sungai keruh berlumpur di Sudan dan Peru. Biji kelor juga memiliki kemampuan antibakteri.
Bahkan Jurusan Teknik Lingkungan ITB dan Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman di Samarinda pun menggunakannya untuk menjernihkan air permukaan (sungai, danau, kolam).
Biji kelor juga dimanfaatkan sebagai bahan koagulan (bioflokulan) dalam proses pengolahan limbah cair pabrik tekstil.
Biji kelor ini mengandung zat aktif rhamnosyloxy-benzilisothiocyanate, yang mampu mengabsorbsi dan menetralisir partikel-partikel lumpur serta logam dalam air limbah atau air keruh.
Sekalipun air keruh kecokelatan penuh partikel lumpur bisa menjadi jernih dan layak dikonsumsi berkat biji kelor.
Meski aroma khas kelor masih terasa. Namun, dengan menambahkan butiran arang (sebaiknya dibungkus kain supaya tidak bertebaran) ke dalam bak penampungan air akan menyerap aroma langu kelor.
Menangkal Black Magic
Di sebagian kalangan masyarakat di Jawa, tanaman kelor sering digunakan sebagai campuran air untuk memandikan jenazah.
Ini dimaksudkan untuk membuang ajimat yang masih melekat pada jasadnya.
Manfaat lain dari tanaman kelor, masih menurut kepercayaan tertentu, bisa sebagai penangkal kekuatan magis, ilmu hitam atau guna-guna, serta ajimat kesaktian.
Caranya, cukup dengan mengibas-ibaskan setangkau daun kelor ke bagian muka korban. Atau air rendaman kelor disiramkan ke sekujur tubuhnya.
Konon, bersama bahan-bahan lain, seperti pala, bawang merah, bawang putih, dan lainnya, kelor bisa dibuat bedak pupuk untuk sarana mengobati orang kurang waras.
Termasuk orang yang kesurupan akan kembali “waras”. Tidak percaya? Boleh-boleh saja kok…
Sumber: tribunnews.com
Kita juga sering mendengar bahwa daun kelor dijadikan sebagai “alat” untuk “mematikan” orang yang mempunyai “kesaktian”.
The Guardian, dalam laporannya pada Minggu (7/1) kemarin, menyebut tanaman ini sebagai “miracle tree” alias “pohon ajaib”.
“(Pohon kelor) seluruh bagiannya bisa dimakan, mulai dari akar sampai kulit kayunya, tumbuh dengan cepat dan tahan kekeringan, dengan benih yang dapat menjernihkan air, ini adalah sumber berharga di banyak tempat, yang oleh Organisasi Pangan dan Pertanian PBB disebut sebagai ‘hasil panen bulan ini’,” tulisnya.
Seperti apa sih tanaman kelor, mungkin di antara kita banyak yang belum mengenalnya.
Tanaman bernama latin Moringa oleifera ini tergolong tanaman tahunan yang biasanya tumbuh liar.
Tumbuhan ini diduga asli dari kawasan barat pegunungan Himalaya dan India, kemudian menyebar hingga ke Benua Afrika dan Asia-Barat.
Di Jawa, kelor biasa tumbuh sampai pada ketinggian 300 m di atas permukaan laut.
Tanaman ini sanggup tumbuh di kawasan tropik yang lembap juga di daerah panas, bahkan tanah kering, karena tidak rakus “makan” pupuk (unsur hara).
Karenanya, kelor cocok sebagai tanaman “pioner” untuk penghijauan dan pemulihan tanah gersang. Di lahan kebun, tanaman kelor biasa digunakan sebagai pagar hidup.
Sosok batang pokoknya tidak lurus betul, melainkan sedikit membengkok dan bercabang, dan ini bermanfaat sebagai pohon pendukung untuk tanaman merambat, seperti sirih atau lada.
Cara menanamnya sangat mudah, hanya dengan menancapkan setekan batang atau menyemai bijinya yang sudah tua, akan tumbuh tanaman baru.
Kelor tergolong cepat besar alias bongsor. Tingginya bisa mencapai 3 m. Bila dibiarkan bisa mencapai 8 – 12 m.
Tanaman Multifungsi
Hampir setiap bagian dari tanaman kelor dapat dimanfaatkan, termasuk akarnya. Bisa sebagai bahan kertas, bahan kosmetik, bahan minyak pelumas, obat tradisional, dan sebagai sumber pangan.
Bunga kelor pun dapat dimasak, selain menyediakan nektar bagi lebah madu. Di masyarakat kita, daun, bunga, dan buah kelor muda biasanya dimasak sayur bobor atau sayur bening. Rasanya? Sedap, meski ada sedikit rasa pahitnya.
Di India, buah kelor dimasak kari dan diawetkan dalam kaleng untuk dijual di supermarket.
Menurut laporan Michael D. Benge, dari Badan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi AS, di Washington DC, tahun 1987, daun kelor memiliki kadar vitamin A dan C yang cukup tinggi.
Selain itu, daun kelor juga dikenal kaya kalsium (Ca) dan zat besi (Fe). Juga sumber fosfor yang baik. Buah mudanya berkadar air tinggi dan kandungan proteinnya tinggi.
Meskipun daun kelor mengandung zat besi tingkat tinggi, sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Federation of American Societies for Experimental Biology menemukan bahwa bioavailabilitasnya (jumlah yang memasuki sirkulasi tubuh) sangat rendah.
Sebenarnya, kandungan asam phytic-nya “nampaknya sangat menghambat penyerapan zat besi yang ada pada komponen makanan lainnya”.
Dari jurnal tersebut juga dikatakan bahwa kualitas anti-inflamasi dari ekstrak daun kelor, mungkin lebih manjur daripada madu dan kunyit.
Biji buahnya yang tua dan kering menyimpan kadar minyak (lemak) nabati 25 – 40%. Komposisi asam lemaknya meliputi, asam oleat, asam linoleat, asam eiokosanoat, asam palmitat, asam stearat, asam arakhidat, dan lainnya.
Kalau daun dan buah mudanya dapat langsung disayur, biji kelor tua bisa untuk bahan baku pembuatan obat dan kosmetika.
Minyak pelumas yang digunakan oleh tukang arloji pun bisa diproduksi dari biji kelor.
Bukan hal baru bila daun kelor dimanfaatkan sebagai tanaman obat, seperti berikut ini pemanfaatannya.
- Mempercepat penyembuhan luka. Daun kelor ditumbuk halus lalu ditorehkan pada luka. Ini karena kelor mengandung semacam zat antibiotik.
- Penurun panas akibat demam. Daun kelor ditumbuh lalu digunakan sebagai obat kompres.
- Obat beri-beri dan bengkak. Daun kelor dicampur bersama kulit akar pepaya, kemudian dihaluskan, digunakan seabgai obat luar (bobok).
- Obat kulit. Daun kelor ditambah kapur sirih, bisa untuk penyakit kurap dan sejenisnya.
- Air rebusan akarnya konon ampuh untuk obat rematik, epilepsi, antiskorbut, diuretikum, hingga obat kencing nanah. Juga pengobatan malaria, mengurangi rasa sakit, dan menurunkan tekanan darah tinggi.
- Daun kelor juga bisa dipakai untuk penurun tekanan darah tinggi, diare, kencing manis, dan penyakit jantung.
- Sakit kepala dan rematik. Akar kelor secukupnya dicampur dengan air, kemudian ditumbuk hingga berbentuk pasa. Oleskan pada pelipis dan belakang telinga. Pada penderita rematik, oleskan pasta tersebut pada bagian yang terasa nyeri. Diborehkan 3x sehari.
Satu-dua tetes getah kelor untuk mempercepat penyembuhan lukanya.
Bahkan, mata kambing yang belekan dan rabun pun bisa normal setelah ditetesi getah kelor yang berwarna kuning itu.
Menjernihkan Air
Seperti pernah dipublikasikan New Scientist (Desember 1983), biji kelor digunakan untuk menjernihkan air sungai keruh berlumpur di Sudan dan Peru. Biji kelor juga memiliki kemampuan antibakteri.
Bahkan Jurusan Teknik Lingkungan ITB dan Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman di Samarinda pun menggunakannya untuk menjernihkan air permukaan (sungai, danau, kolam).
Biji kelor juga dimanfaatkan sebagai bahan koagulan (bioflokulan) dalam proses pengolahan limbah cair pabrik tekstil.
Biji kelor ini mengandung zat aktif rhamnosyloxy-benzilisothiocyanate, yang mampu mengabsorbsi dan menetralisir partikel-partikel lumpur serta logam dalam air limbah atau air keruh.
Sekalipun air keruh kecokelatan penuh partikel lumpur bisa menjadi jernih dan layak dikonsumsi berkat biji kelor.
Meski aroma khas kelor masih terasa. Namun, dengan menambahkan butiran arang (sebaiknya dibungkus kain supaya tidak bertebaran) ke dalam bak penampungan air akan menyerap aroma langu kelor.
Menangkal Black Magic
Di sebagian kalangan masyarakat di Jawa, tanaman kelor sering digunakan sebagai campuran air untuk memandikan jenazah.
Ini dimaksudkan untuk membuang ajimat yang masih melekat pada jasadnya.
Manfaat lain dari tanaman kelor, masih menurut kepercayaan tertentu, bisa sebagai penangkal kekuatan magis, ilmu hitam atau guna-guna, serta ajimat kesaktian.
Caranya, cukup dengan mengibas-ibaskan setangkau daun kelor ke bagian muka korban. Atau air rendaman kelor disiramkan ke sekujur tubuhnya.
Konon, bersama bahan-bahan lain, seperti pala, bawang merah, bawang putih, dan lainnya, kelor bisa dibuat bedak pupuk untuk sarana mengobati orang kurang waras.
Termasuk orang yang kesurupan akan kembali “waras”. Tidak percaya? Boleh-boleh saja kok…
Sumber: tribunnews.com